Senin, 05 April 2010

Ubiquitous Computing – Era Ketiga dari Revolusi Komputer

Walau sebagian besar masyarakat umum belum menyadarinya namun pada dasarnya saat ini kita telah berada di era ketiga dari revolusi komputer, yaitu era ubiquitous computing. Era di mana komputer dapat ditemukan di mana saja, di telepon seluler, toaster, mesin cuci, mesin game, bahkan pada kartu pintar (smart card). Bila pada era pertama dari revolusi komputer ditandai dengan komputer mainframe yang berukuran raksasa dan digunakan bersama-sama oleh banyak orang (one computer many people), era kedua ditandai dengan eksistensi dan perkembangan dari personal computer (one computer one person), maka pada era ketiga ini seseorang dalam kehidupannya sehari-hari dapat berinteraksi dengan banyak komputer (one person many computers).

1. Introduksi
Istilah ubiquitous computing –selanjutnya dalam artikel ini akan disingkat sebagai ubicomp- pertama kali dimunculkan oleh Mark Weiser, seorang peneliti senior pada Xerox Palo Alto Research Center (PARC) pada tahun 1988 pada sebuah forum diskusi di lingkungan internal pusat riset tersebut. Istilah ini kemudian tersebar lebih luas lagi setelah Weiser mempublikasikannya pada artikelnya yang berjudul ”The Computer of the 21st Century” di jurnal Scientific American terbitan September 1991.

Dalam artikelnya tersebut Weiser mendefiniskan istilah ubicomp sebagai:
”Ubiquitous computing is the method of enhancing computer use by making many computers available throughout the physical environment, but making them effectively invisible to the user”
Apabila diterjemahkan secara bebas maka ubicomp dapat diartikan sebagai metode yang bertujuan menyediakan serangkaian komputer bagi lingkungan fisik pemakainya dengan tingkat efektifitas yang tinggi namun dengan tingkat visibilitas serendah mungkin.
Weiser menjelaskan bahwa terminologi komputer dalam dunia ubicomp tidak terbatas pada sebuah PC, sebuah notebook, ataupun sebuah PDA tetapi berwujud sebagai macam-macam alat yang memiliki sifat demikian natural, sehingga seseorang yang tengah menggunakan ubicomp devices tidak akan merasakan bahwa mereka tengah mengakses sebuah komputer.
Latar belakang munculnya ide dasar ubicomp berasal dari sejumlah pengamatan dan studi di PARC terhadap PC, bentuk komputer yang paling dikenal luas oleh masyarakat. PC yang mempunyai kegunaan dan manfaat demikian besar ternyata justru seringkali menghabiskan sumberdaya dan waktu bagi penggunanya, karena PC membuat penggunanya harus tetap berkonsentrasi pada unit yang mereka gunakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, PC justru membuat mereka terisolasi dari aktifitas lainnya. Dengan kata lain dibanding menghemat sumberdaya dan waktu untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, PC justru menambah beban untuk tetap menjaga konsentrasi dan fokus pemikiran kita pada sang alat. Segala fokus dan sumberdaya ini akan tersedot secara berlipat ganda oleh PC apabila terjadi permasalahan yang mengarah pada teknologi, semacam serangan virus atau kerusakan teknis.
Untuk lebih memahami ubicomp kita dapat memandang konsep Virtual Reality (VR) sebagai kebalikan 1800 darinya. Konsep dasar VR adalah mencoba membuat suatu dunia di dalam komputer. Pengguna memakai berbagai macam alat semacam VR goggles, body suit, atau VR glove yang dapat menerjemahkan gerakan mereka sehingga dapat digunakan untuk memanipulasi obyek virtual. Meski VR membawa penggunanya untuk menjelajahi alam realitas melalui simulasi, misalnya pada simulasi penjelajahan di luar angkasa, VR tidak dapat dipungkiri tetap sebuah peta dan bukan sebuah area di dunia nyata. VR mengabaikan orang-orang di sekitar user, mengabaikan bangku tempat duduk user, dan berbagai aspek nyata lainnya. Dapat dikatakan bahwa VR berfokus pada usaha mensimulasikan dunia nyata ke dalam komputer dibanding memanipulasi secara langsung object atau state dunia nyata untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Di lain pihak ubicomp justru berusaha memanipulasi object dan state di dunia nyata untuk menyelesaikan permasalahan yang nyata pula.
Contoh berikut ini akan menjelaskan bagaimana ubicomp dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari:
Suatu ketika tersebutlah seorang engineer di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi. Dia berangkat kerja dengan mobilnya melewati jalan tol modern tanpa penjaga pintu tol. Mobil sang engineer telah dilengkapi dengan sebuah badge pintar berisi microchip yang secara otomatis akan memancarkan identitas mobil tersebut pada serangkaian sensor saat melewati pintu tol seperti tampak pada gambar 1. Pembayaran jalan tol akan didebet langsung dari rekeningnya setiap minggunya sesuai data yang di-update setiap mobilnya melewati pintu tol dan disimpan dalam komputer pengelola jalan tol.

2. Aspek-aspek yang Mendukung Pengembangan Ubiquitous Computing
Sebagai sebuah teknologi terapan ataupun sebagai sebuah cabang dari ilmu komputer (Computer Science) pengembangan ubicomp tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek ilmu komputer yang lain. Aspek-aspek penting yang mendukung riset pengembangan ubicomp adalah:

Natural Interfaces
Sebelum adanya konsep ubicomp sendiri, selama bertahun-tahun kita telah menjadi saksi dari berbagai riset tentang natural interfaces, yaitu penggunaan aspek-aspek alami sebagai cara untuk memanipulasi data, contohnya teknologi semacam voice recognizer ataupun pen computing. Saat ini implementasi dari berbagai riset tentang input alamiah beserta alat-alatnya tersebut yang menjadi aspek terpenting dari pengembangan ubicomp.
Kesulitan utama dalam pengembangan natural interfaces adalah tingginya tingkat kesalahan (error prone). Dalam natural interfaces, input mempunyai area bentuk yang lebih luas, sebagai contoh pengucapan vokal “O” oleh seseorang bisa sangat berbeda dengan orang lain meski dengan maksud pengucapan yang sama yaitu huruf “O”. Penulisan huruf “A” dengan pen computing bisa menghasilkan ribuan kemungkinan gaya penulisan yang dapat menyebabkan komputer tidak dapat mengenali input tersebut sebagai huruf “A”.
Berbagai riset dan teknologi baru dalam Kecerdasan Buatan sangat membantu dalam menemukan terobosan guna menekan tingkat kesalahan (error) di atas. Algoritma Genetik, Jaringan Saraf Tiruan, dan Fuzzy Logic menjadi loncatan teknologi yang membuat natural interfaces semakin “pintar” dalam mengenali bentuk-bentuk input alamiah.

Context Aware Computing
Context aware computing adalah salah satu cabang dari ilmu komputer yang memandang suatu proses komputasi tidak hanya menitikberatkan perhatian pada satu buah obyek yang menjadi fokus utama dari proses tersebut tetapi juga pada aspek di sekitar obyek tersebut. Sebagai contoh apabila komputasi konvensional dirancang untuk mengidentifikasi siapa orang yang sedang berdiri di suatu titik koordinat tertentu maka komputer akan memandang orang tersebut sebagai sebuah obyek tunggal dengan berbagai atributnya, misalnya nomor pegawai, tinggi badan, berat badan, warna mata, dan sebagainya.
Di lain pihak Context Aware Computing tidak hanya mengarahkan fokusnya pada obyek manusia tersebut, tetapi juga pada apa yang sedang ia lakukan, di mana dia berada, jam berapa dia tiba di posisi tersebut, dan apa yang menjadi sebab dia berada di tempat tersebut.
Dalam contoh sederhana di atas tampak bahwa dalam menjalankan instruksi tersebut, komputasi konvensional hanya berfokus pada aspek “who”, di sisi lain Context Aware Computing tidak hanya berfokus pada “who” tetapi juga “when”, “what”, “where”, dan “why”.
Context Aware Computing memberikan kontribusi signifikan bagi ubicomp karena dengan semakin tingginya kemampuan suatu device merepresentasikan context tersebut maka semakin banyak input yang dapat diproses berimplikasi pada semakin banyak data dapat diolah menjadi informasi yang dapat diberikan oleh device tersebut.

Micro-nano technology
Perkembangan teknologi mikro dan nano, yang menyebabkan ukuran microchip semakin mengecil, saat ini menjadi sebuah faktor penggerak utama bagi pengembangan ubicomp device. Semakin kecil sebuah device akan menyebabkan semakin kecil pula fokus pemakai pada alat tersebut, sesuai dengan konsep off the desktop dari ubicomp.
Teknologi yang memanfaatkan berbagai microchip dalam ukuran luar biasa kecil semacam T-Engine ataupun Radio Frequency Identification (RFID) diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk smart card atau tag. Contohnya seseorang yang mempunyai karcis bis berlangganan dalam bentuk kartu cukup melewatkan kartunya tersebut di atas sensor saat masuk dan keluar dari bis setelah itu saldonya akan langsung didebet sesuai jarak yang dia tempuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar